Jumat, 18 Januari 2013

BUKTI LOGIKA BUKAN BERSUMBER DARI AL-QUR'AN

Syeikh Hazim Abu Ghazaleh Dan Wahhabi


Wahhabi:
Al-Qur'an itu sendiri tidak menganjurkan untuk mendatangkan setiap Bukti dengan logika misal tentang perobahan adalah (jisim), Dan bukti terbesar tentang masalah ini adalah karena generasi awal Islam (dan bahkan Nabi (saw) sendiri tidak mengajarkan mengkonsep teologis kompleks dari Al-Qur'an maka bukti tertentu atau teori yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an,  maka itu tidak sama dengan mengatakan itu bersumber dari Al-Qur'an.

Jawaban Syeikh Hazim Abu Ghazaleh:
Jika bukti tersebut valid sesuai dengan Al-Qur'an, dan membuktikan sesuatu yang dinyatakan di dalamnya, maka mengapa tidak bisa dikatakan bersumber dari Al-Qur'an? Waktu yang berbeda dan orang yang berbeda dipengaruhi dengan berbagai jenis bukti, mereka tertantang untuk menjawab kebutuhan yang berbeda setiap zaman. Dorongan untuk memikirkan bukti-bukti keberadaan Allah dan sifatNya itu sangat banyak dalam Al-Qur'an, dan hal itu tidak terbatas pada yang disebutkan kata demi kata dalam kitab suci. Sebuah contoh dari dorongan tersebut ada dalam ayat ini:
أفلا ينظرون إلى ٱلإبل كيف خلقت

Artinya: "Apakah mereka tidak memperhatikan unta,  bagaimana ia diciptakan?"
Mengingat ayat ini, jika Anda menginginkan saya membatasi memikirkan tentang kejadian dan penciptaan unta, maka Anda harus menunjukkan sebuah teks eksplisit yang melarang memikirkan "bagaimana" unta ada. Hal ini karena dorongan untuk berfikir atas penciptaan unta adalah mutlak dalam ayat ini, dan tidak dapat dibatasi tanpa ada bukti dari teks kitab suci.
Apa yang Anda sebut dengan "perubahan", yang terikat dengan sesuatu sebelumnya, itu hanya milik jisim atau tubuh dengan berbagai aktivitasnya, yaitu dengan memiliki ukuran. Al-Qur'an menyatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu, Apakah ini tidak termasuk apa yang terjadi pada setiap jisim/tubuh? Pernyataan Anda benar-benar membingungkan.
Contoh dari ayat dari Al-Qur'an yang mendorong berpikir tentang jisim tubuh yakni (hal-hal yang memiliki ukuran) dan arodl (sifat dan tindakan dari hal-hal yang memiliki ukuran) adalah:

إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب

Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan Langit dan Bumi, dan perbedaan malam dan siang ada tanda-tanda bagi mereka yang berfikir [pikiran perseptif]." (Aal Imran, 190)
Langit dan Bumi adalah dua jisim/fisik, karena keduanya memiliki ukuran, dan perubahan siang dan malam adalah "pergantian dan sifatnya" maka jelaslah bahwa mencari bukti keberadaan Allah dan sifat- sifatNya dgn melihat hal yang ada dalam tubuh dan peristiwa yang terjadi padanya itu merupakan sesuatu yang bersumber dari Al-Qur'an.
Intinya, dengan menggunakan bukti-bukti yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan jg peran logika yang selaras dengan kandungannya,  itu akan mengarah pada kesimpulan yang sama sebagai bukti berdasarkan kedua unsur tak terpisahkan, yaitu bahwa Allah tidak sama dengan ciptaan. Hal ini karena semua ciptaan sebagaimana yang kita ketahui, itu adalah sesuatu yang memiliki ukuran (jisim), atau sifat dari jisim (arodl). Jika Anda membuktikan bahwa Allah ada berdasarkan pada keberadaan ciptaannya dengan ciri-ciri tadi, maka Anda secara implisit mengatakan bahwa Allah tidak seperti itu, karena Anda sudah mengatakan bahwa jisim/fisik dan sifatnya itu membutuhkan seorang pencipta.
Sebagai contoh, berdasarkan firman Allah di atas, jika Anda mengatakan bahwa malam dan siang dan yang terlingkup dgn keduanya itu ada dengan tertib bergantian, dan bahwa hal ini menunjukkan bahwa ada yang mengaturnya, maka Anda juga harus berpegang bahwa Allah bukanlah sesuatu yang ada "di waktu"/tercakup waktu. Jika tidak, maka Anda akan berakhir dengan mengatakan bahwa Allah memerlukan seorang pencipta menurut argumen yang Anda fahami sebelumnya.
Apalagi, jika Anda mengatakan bahwa langit dan bumi itu merupakan struktur yang sangat teratur, dan ada seseorang yang mengaturnya, maka Anda juga harus percaya bahwa Allah bukanlah struktur.
Jika tidak, Anda akan berakhir dengan mengatakan bahwa Allah memerlukan seorang pencipta menurut argumen Anda juga. 

Minggu, 22 Januari 2012

KEGIATAN KHITANAN MASSAL

A.LATAR BELAKANG

Perkembangan dan kemajuan zaman yang begitu pesat selain memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat di satu sisi juga menimbulkan efek negatif. Menurunnya kepedulian sosial dan nilai-nilai budaya dalam masyarakat sebagai media persatuan dan toleransi terhadap sesama, terutama dalam bidang sosial seringkali mengakibatkan adanya gesekkan dalam masyarakat yang berdampak negatif dan mempersubur berkembangnya pola hidup yang individualis dalam masyarakat, ini adalah merupakan salah satu dampak dari pola hidup modern yang cenderung bersifat materialistis dan memiliki mobilitas sangat tinggi sehingga tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi dengan lingkungannya . Hal ini sangat terasa khususnya dalam masyarakat pedesaan, dimana pada masa-masa sebelumnya, yaitu saat budaya masih mengakar kuat, masyarakat pedesaan memiliki pola kehidupan dengan kepedulian sosial yang tinggi, dimana suasana kebersamaan, gotong royong dan kekeluargaan sangat mewarnai kehidupan masyarakat.

Dalam usaha untuk meningkatkan kembali kepedulian sosial, semangat gotong royong dan kekeluargaan serta menghidupkan kembali budaya yang ada dalam masyarakat, maka kami berinisiatif untuk melaksanakan kegiatan berupa khitanan massal, dimana hal ini selain berkaitan dengan keadaan ekonomi masyarakat juga berkaitan dengan rangkaian ibadah dalam syari'at agama islam. Khitan adalah suatu hal yang bersifat wajib bagi pemeluk agama islam laki-laki (muslim) sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits :

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda : “Fitrah(kebersihan badan) itu ada lima; khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur kumis.”(HR.Bukhari dan Muslim)

Dalam prakteknya di masyarakat, banyak orang yang menganggap khitan sebagai budaya dan gengsi yang pelaksanaan khitan hanya berorientasi pada pelaksanaan acara resepsi yang meriah, sehingga banyak orang yang akan melaksanakan khitan pertimbangan utamanya bukan hukum dan status khitan dalam agama islam melainkan menitik beratkan pada pertimbangan materi untuk acara resepsi atau ceremonial sejenisnya. Sehingga bagi kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah merasa terbebani dengan ajaran khitan ini.

B.TUJUAN

Kegiatan Khitanan Massal ini bertujuan:

1.Untuk menghidupkan kembali budaya dan syiar dalam masyarakat.

2.Membantu masyarakat untuk memahami serta melaksanakan khitan sesuai dengan

perintah dan ajaran agama, bukan acara ceremonial, gengsi dan sejenisnya maupun

tujuan-tujuan lain selain pelaksanaan ajaran agama.

3.Membantu masyarakat yang merasa khitan adalah sebagai beban yang berat secara

ekonomi.

C.WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :








Dengan agenda kegiatan sebagai berikut:



D.PESERTA

Peserta kegiatan ini adalah siapa saja tanpa terkecuali dengan prioritas anak-anak yatim dan kurang mampu.

E.ANGGARAN DANA

Anggaran dana yang dialokasikan untuk kegiatan ini sebesar Rp. 350.000 (Tiga Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) untuk 1 (satu) anak dengan perincian sebagai berikut :











F.SUMBER DANA

Sumber dana kegiatan ini adalah dari para aghniya dan dermawan yang bersedia menjadi donatur, baik perorangan maupun kelompok.