Jumat, 11 Februari 2011

Mahkota Sufi

Menembus Dunia Ekstra Dimensi Idries Shah

ANOTASI-ANOTASI

Ayat Cahaya

Ayat Cahaya dalam al-Qur'an sendiri (Q.s. an-Nur: 35) menyatakan bahwa ia adalah sebuah kiasan dan bahwa makna batinnya harus dipahami secara metaforis.

Ide iluminisme dan khususnya analogi Pelita dalam Sufisme dan turunannya, berasal dari ayat ini. Itulah pemindahan makna alegoris pelita yang membentuk sebagian pengalaman esoteris Sufi, karena Pelita harus dialami, segera setelah kesadaran individual mampu memahaminya.

Bunyi Ayat Cahaya itu sebagai berikut:
"ALLAH adalah Cahaya langit dan bumi. Cahaya-Nya laksana sebuah lampu di dalam ceruk. Pelita itu berada di dalam kristal, cahayanya laksana sebuah Bintang yang berkilauan. Pelita itu menyala dari minyak sebuah pohon berkah, yaitu pohon zaitun yang tidak (tumbuh) di Timur dan di Barat. Minyaknya menyala dengan sendirinya meskipun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya."

Ayat ini menunjukkan esensi Sufisme dan mengungkapkan watak kognisi dari dimensi ekstra kesadaran manusia yang berasal dari luar intelek.

Itulah pokok kajian dari karya agung al-Ghazali, Misykat al-Anwar, seorang Sufi klasik.

Bahasa-bahasa

Meskipun mendalami dengan baik bahasa Arab, banyak Manusia Bijak Sufi menolak untuk menggunakannya kecuali ketika mereka ingin menggunakannya untuk tujuan khusus. Secara tradisional, mereka mematuhi praktik ini, bahkan dalam lingkungan-lingkungan tempat sebuah pengetahuan tentang bahasa Arab yang dianggap sebagai hal sangat penting bagi seorang yang berbudaya dan terpelajar. Akibatnya, beberapa guru terbesar dari waktu ke waktu dianggap kurang berpendidikan oleh para pengamat sastra. Ada banyak kisah tentang hal ini. Alasan-alasan tidak menggunakan bahasa Arab itu adalah: (1) Jika Sufi mengikuti "langkah tercela" pada saat tertentu, maka ia menganggap hal itu penting untuk menguji perasaan yang berlawanan dari para pendengarnya. Ini adalah hal terbaik untuk suatu kesadaran bahasa yang tinggi dari orang-orang seperti bangsa Arab, tanpa berbicara dengan bahasa mereka --dari sudut pandang mereka yang mempunyai kelemahan serius. (2) Karena supremasi gagasan baku dari bahasa Arab, Sufi harus membebaskan individu dari asumsi bahwa setiap tokoh harus berbicara dengan bahasa Arab. (3) Sufi tidak bisa dipaksa mengikuti pola budaya skolastik yang dirancang orang lain tanpa menyesuaikan ajarannya sendiri. (4) Tidak ada keadaan-keadaan yang sangat berbeda ketika komunikasi tidak diindikasikan secara verbal melalui metode biasa. "Keadaan" Sufi itu menunjukkan kepadanya tentang hal ini. Untuk manusia biasa, pemurnian persepsi itu tidak mungkin. Oleh karena itu, ia berlaku serampangan untuk mengomunikasikan informasi dan gagasan dengan asumsi bahwa ketika orang-orang bertemu, kemampuan linguistik mereka adalah sesuatu yang baik dan penting.

Menurut sebuah riwayat,1 Sufi dan Syekh besar dari Khurasan, Abu Hafs al-Haddadi tidak mengetahui bahasa Arab. Ia berbicara melalui para penerjemah. Namun ketika ia pergi ke Baghdad mengunjungi sejumlah tokoh seperti Junaid, ia berbicara dengan bahasa Arab secara sangat fasih sehingga dirinya tidak tersamai. Ini adalah kisah tipikal. Karena Sufisme lebih penting daripada hal lainnya, Sufi akan menerapkan teknik tersebut untuk pengembangan dirinya sendiri dan mengombinasikannya dengan dampak yang dihasilkan dengan cara lain. Bantuannya tidak pernah ditujukan untuk mencapai reputasi akademis. Mereka yang memandang Sufisme sebagai sebuah kultus Persia dengan penganutnya yang menunjukkan kebencian kepada orang-orangArab dan berupaya mereduksi arti penting bahasa Arab sebagai salah satu teknik mereka, sebenarnya keliru memahami peran bahasa dalam Sufisme. Sementara beberapa teknik serupa ternyata menggunakan bahasa selain bahasa Arab.
 
Bahasa Sakral

Bahasa Arab klasik adalah ragam bahasa Arab yang digunakan oleh suku Quraisy, para penjaga Ka'bah turun-temurun dan yang Nabi Muhammad saw termasuk keturunannya. Jauh sebelum bahasa Arab dianggap sebagai kalam suci karena ia adalah wacana al-Qur'an, ragam bahasa ini adalah bahasa kelompok agamawan Mekkah, sebuah kelompok keagamaan yang mempunyai sejarah keagamaan sejak Adam dan Hawa. Sebagai bahasa paling jelas dan primitif diantara bahasa Semit, bahasa Arab mempunyai ciri-ciri konstruksi bahasa yang orisinal. Ia dibangun berdasarkan prinsip-prinsip matematis --suatu fenomena yang tidak berkaitan dengan bahasa lainnya. Analisa Sufi dari konsep dasarnya menunjukkan bahwa gagasan-gagasan khas di awal atau keagamaan, maupun psikologis, secara kolektif berkaitan sekitar sebuah aliran dalam ragam yang tampaknya logis dan membebaskan serta hampir tidak bisa dilacak. Bahasa Arab adalah bahasa paling dekat yang masih bertahan dengan bahasa Semit, karena dari segi filologis, ia adalah bahasa milenium yang lebih kuno (archaic) dibandingkan, misalnya, bahasa Ibrani. Oleh karena itu, tata bahasa Ibrani didasarkan pada analisa dari bahasa Arab, melalui suatu kajian berbagai makna orisinal dari kata-kata Ibrani yang dinodai selama penggunaan secara literal yang lama, namun diklaim kembali oleh para sarjana Yahudi.

Barakah

Akar kata dan kata turunan (Bahasa Arab).

BaRK b- = berdiri, tinggal.
BaRK 'ala = duduk.
BaRRaK l- = ucapan selamat. (Dialek Syria).
BaRRaK 'ala = memberkati.
TaBARaK = mendapat berkah.
TaBaRRaK b- = menjadi tanda yang baik dari ...
BaRaK-at = anugerah, keleluasaan.
BiRK-at = kolam, telaga.
BaRIK = bahagia, hari-hari ceria.
BaRRAK = penggiling.
MuBARaK = diberkati.
BaRRaK = berlutut.

Carbonari Italia, asalnya suatu persaudaraan mistik, menggunakan koinsidensi antara kata Arab barakah dan kata Italia baracca. Kata yang terakhir ini artinya "sebuah tempat perlindungan tanpa dinding-dinding, sebuah barak, gudang, usaha". Mereka menggunakannya seperti istilah Lodge (pondok). Pada bulan Juli 1957, John Hamilton mempublikasikan sebuah makalah dalam Hibbert Journal dimana ia mengusulkan bahwa kata barakah digunakan dalam bahasa Inggris untuk mendenotasikan beberapa sifat orang atau benda, seperti "kebajikan yang dipancarkan oleh Yesus atau tabib besar lainnya". Profesor Robert Graves secara independen mengatakan pendapat yang sama dalam sebuah kuliah penting di Amerika. Presiden De Gaulle dari Prancis, dalam perkataannya, "Saya mempunyai barakah," menggunakannya dalam pengertian kemampuan personal yang dibutuhkan, karena pengertian kebutuhan mengacu pada pelaksanaan misi atau tugas.

Bedil

Mirza Abdul Qadir Bedil yang hidup pada masa Raja India Aurangzeb, secara luas diakui sebagai seorang guru Sufi di India dan Asia Tengah. Kumpulan 31.000 syairnya yang luar biasa dan orisinal telah dipublikasikan sekelompok cendekiawan Afghanistan pada tahun 1962.
Berbagai Hubungan Saracen-Barat

Hubungan antara para penguasa Barat dan orang-orang Saracen dalam berbagai bidang tertutup selama masa perang antara dua kelompok itu. Charlemagne, pahlawan Kristen, berperang sebagai sekutu dengan seorang penguasa Muslim. Abdurrahman II dari Spanyol (821-852) mengutus seorang duta --Yahya al-Ghazali-- menghadap Raja Norman. Richard the Lionhearted (dalam bahasa Arab qalb an-nimr, keduanya adalah istilah Sufi) menurut riwayat mengusulkan agar saudara perempuannya sebaiknya menikah dengan saudara laki-laki Saladin. Ia sendiri adalah janda Raja Sicilia yang menggunakan ungkapan-ungkapan Sufi dalam berbagai peraturannya. Saudara laki-laki the Lionhearted, John (diasingkan pada tahun 1209) mengirim seorang duta dari Inggris ke Khalifah Spanyol-Maroko dengan tujuan menawarkan untuk memeluk agama Islam. Richard sendiri menikahi (pada tahun 1191) Berengaria of Navarre yang mempunyai saudara laki-laki, yaitu Sancho the Strong, seorang sekutu rahasia dari Raja Spanyol Arab. Pada tahun 1211, John mempersiapkan dukungan militer kepada orang-orang Albigensian yang tentu saja dipengaruhi budaya Sufi. Isabella of Castile yang dinikahi Edmund of Yorke, adalah keturunan Muhammad II dari Sevilla. Pengaruh Sufi yang berasal dari Spanyol pada masa ini termasuk tarian Morris. John of Gaunt yang mungkin membawa para penari itu, adalah pendukung Chaucer yang menerapkan ajaran-ajaran Sufi. Sementara istri Chaucer, Philippa mungkin adalah istri ketiga Gaunt yang dinikahinya pada tahun 1396. Penguasa Aragon adalah keturunan langsung Raja Muslim Granada. Kini tercatat 50.000 orang Inggris keturunan Bani Umayyah dari garis keturunan Pedro the Cruel. Thomas Becket (1119-1170) sebagai Kanselor dan Dewan Agama dari Canterbury, yang pekerjaan dan kematiannya dikaitkan dengan spekulasi dari komitmen spiritualnya dan telah mengangkat berbagai teori, menurut riwayat ia mempunyai seorang ibu dari Saracen (Hitti, op. cit., hlm. 652, catatan 7). Syams ad-Duha adalah nama Arab dari seorang Putri Inggris atau Skotlandia yang menikah dengan penguasa Maroko Abu al-Hasan (1330-1380), the Mirinid. Kedua tokoh ini dimakamkan di reruntuhan Shilla, dekat Rabat. Raja Yunani, John Cantacuzenus memberikan putrinya kepada penguasa Turki, Orkhan pada tahun 1346. Orkhan mengorganisasikan kalangan Janissari (prajurit infantri Turki pada tahun 1329-1826), sebuah pasukan elit yang mempunyai persekutuan dengan Guru Sufi Haji Bektash. Dari sudut pandang Islam, tidak boleh menawarkan perempuan Muslim kepada orang kafir, dan perkawinan semacam itu adalah konfirmasi dari tradisi Timur bahwa ada suatu pemahaman awal antara Muslim dan Kristen dengan keluarganya yang mempunyai persekutuan rahasia. Namun propaganda agama yang berhati-hati dan sinambung dari kedua aliran itu telah memutuskan hubungan publik ini.

Dzikir

Kata dzikir (dilafalkan dalam bahasa non-Arab dengan zikr) mengacu pada latihan tertentu yang dilakukan sejak permulaan pendidikan darwis. Pada dasarnya kata ini berarti "mengingat", dan maknanya adalah mengingat, memperingati, berdoa. Maka "mengingat" sekarang juga didefinisikan sebagai istilah dasar untuk aktivitas religius para darwis. Tahap pertama adalah mengingat diri setelah fungsi perubahan untuk satu keselarasan dengan kesadaran yang lebih agung. Murid harus berdzikir dan mengingat diri dengan berbagai cara, dengan melakukan latihan ini dalam bentukyang paling awal, atau ia menjadi sebuah "sebab yang tak dapat diharapkan". Beberapa imitator Sufisme yang menyaksikan majelis Sufi, telah meniru teknik ini. Hakim Sanai yang Agung menentang terlalu banyak berdzikir, hal ini menunjukkan bahwa dzikir hanya digunakan pada tahap pertama:
Zikr juz dar rahi mujahid nist;
Zikr dar majlisi musyahid nist.

"Dzikir harus dilakukan tanpa kecuali dalam perjuangan; Dzikir, pengulangan tidak terdapat dalam majelis pengalaman." (Taman Kebenaran Berdinding).

Festival Misterius

Berbagai festival "tukang sihir perempuan" dilaksanakan pada minggu kedua Februari, minggu pertama Maret, minggu pertama Agustus dan minggu pertama November. Festival ini tidak mengikuti musim maupun titik balik matahari sebagaimana sebagian besar komentator mengetahuinya. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa festival ini harus diselenggarakan berdasarkan pada beberapa kalender kuno versi binatang ternak. Semua ini sebenarnya adalah hari-hari yang dirayakan oleh suku Aniza (dan suku Arab lainnya) yang mengungkapkan perubahan musim di Teluk Persia dan masih berlaku di sana. Padanan kata musim-musim itu adalah:
Musim Semi, Rabi'
Musim Panas, Shaif
Musim Gugur, Kharif
Musim Dingin, Syita'.

Kebiasaan "tukang sihir perempuan" yang berlawanan dengan arah jarum jam itu, pada umumnya dianggap sebagai lawan jahat dari arah jarum jam keagamaan biasa, adalah sejalan dengan kebiasaan mengelilingi Ka'bah dalam ritual Islam. Para Sufi dan Muslim lainnya adalah jamaah keagamaan satu-satunya yang melaksanakan ibadah mereka dengan putaran itu.

Guru Sufi

Dalam diri manusia ada sebuah "khazanah". Ini hanya bisa ditemukan dengan mencarinya. Khazanah itu seolah-olah berada di dalam sebuah rumah (pola pikir yang baku) yang harus dibongkar sebelum dicari. Di dalam rumah "gajah di kegelapan", Rumi mengajarkan bahwa, "jika ada cahaya di dalam rumah itu", keberagaman mungkin tampak dalam apa yang sebenarnya kesatuan. Sementara manusia hanya melihat bagian-bagian dari sesuatu karena pikirannya dibakukan dalam sebuah pola yang dirancang untuk melihat sesuatu yang terbagi-bagi.

Satu tugas guru adalah mengembangkan fakta ini bagi muridnya. Rumi menggunakan hal ini dalam sebuah syair:2 Bongkarlah rumahmu, karena terpendam khazanah di dalamnya,Dan engkau akan mampu membangun beribu-ribu rumah.Khazanah terpendam di bawahnya, tidak adapertolongan untuk menggalinya,Janganlah engkau mengabaikannya dan janganlahserampangan mengambilnya!...Hadiah itu adalah imbalan setelah membongkar rumah...."Manusia tidak akan mendapatkan apa-apa jika ia tidak bekerja."Dan engkau akan menggigit jari serta berseru, "Sayang!Bulan purnama itu tersembunyi di balik awan.Aku tidak berbuat apa yang dianggap mereka sebagai kebaikanku,Kini rumah dan khazanah hilang, tanganku hampa."

Hafizh

Khaja Syamsuddin Hafizh (secara harfiah Guru Matahari Keimanan, sang Pelindung, Sosok yang memahami al-Qur'an) wafat tahun 1389. Sebagai salah satu penyair terbesar Persia, karyanya dikenal sebagai Penafsir Berbagai Rahasia dan Percakapan tentang Yang Tak Tersentuh. Koleksinya, Diwan, tampaknya dalam corak sensual mengungkapkan berbagai pengalaman Sufi. Karya ini digunakan sebagai sebuah buku teks dan juga (secara vulgar) untuk tanda-tanda, dengan membukanya di sembarang halaman. Berawal di Isfahan, keluarganya pindah ke Syiraz. Hari kematiannya tersembunyi dalam sebuah syair yang tertera di pusaranya dimana ia sendiri memberikan petunjuk tentang fakta bahwa dirinya merahasiakan sandi angka yang digunakan para Sufi: "Jika engkau ingin mengetahui ketika ia mencari tempat di keremangan Mushalla, carilah tanggal (kematiannya) di keremangan Mushalla." "Keremangan Mushalla" (khak-i-Mushalla) mengungkapkan rahasia angka 791, angka yang sesuai dengan kalender Muslim untuk tahun 1389. Hafizh adalah guru dari para raja, namun tetap dicintai masyarakat. Pengaruhnya masih tak tertandingi dalam kesusastraan Persia.

Al-Hallaj

Husain bin Manshur al-Hallaj adalah martir Sufi yangAgung. Seperti kebanyakan Orang Bijak, ia menggunakan sebuah istilah keahlian sebagai nama keluarganya --Hallaj, pemintal wool atau pemakai bahan kapas-- sehingga banyak pengulas berasumsi bahwa hal ini menunjukkan bahwa ia pedagang atau sebagai nama keluarga. Jubah kelompok Sufi dan majelis mereka dengan tabir organisasi serikat adalah salah satu alasan pilihan nama itu. Al-Ghazali, sang Pemintal dan Aththar, sang Kimiawan adalah contoh lain. Namun para Sufi selalu memilih nama-nama keahlian yang (melalui makna gandanya) bisa diasosiasikan dengan komitmen mereka. Nama Hallaj dipilih karena hubungan wool (shuf) dengan keahlian itu, dan karena sebuah makna alternatif untuk akar kata HLJ dalam bahasa Arab adalah "berjalan perlahan" atau "membiarkan penerangan keempat".

Meskipun ia populer dengan nama Manshur, sebenarnya ini adalah nama ayahnya, seorang Majusi kuno. Ia dihukum mati pada tahun 922 atas pernyataannya, "Akulah Kebenaran" (Ana al-Haqq), dan penolakan untuk mengakui kesalahannya, menjadi ungkapan hujjahnya yang terakhir. Ia dinyatakan sebagai ahli alkimia seperti kebanyakan Sufi dan permusuhan kesusastraan yang luas menuduhnya sebagai sosok munafik yang licik. Bagi para Sufi, diantara beberapa sosok terbesar dari sahabat dan orang sezamannya, ia adalah salah seorang guru terbesar mereka.

Ia melaksanakan berbagai pertemuan rahasia di rumahnya dan menjadi sangat kuat karena ajarannya serta mempunyai berbagai mukjizat. Pendek kata ia adalah ancaman politik. Ia mengajarkan bahwa Sufisme adalah kebenaran internal dari semua agama sejati dan karena ia menekankan arti penting Yesus sebagai seorang Guru Sufi, ia dituduh sebagai penganut fanatik ajaran rahasia Kristen. Salah satu tuduhan terhadapnya adalah bahwa dirinya mempunyai sejumlah buku yang secara menakjubkan diberi lambang dan dihiasi. Pernyataannya bahwa Haji bisa dilaksanakan di mana pun dengan berbagai pengabdian dan persiapan yang sesuai, dianggap sebagai bid'ah yang mustahil. Al-Hujwiri (Kasyful Mahjub) secara otoritatif membela al-Hallaj dengan dasar-dasar bahwa semua hal yang dilakukan atau dinyatakan para Sufi tidak bisa ditafsirkan dengan kriteria yang lebih rendah. Menurutnya, upaya mengungkap Realitas dengan istilah-istilah biasa adalah suatu kemustahilan. Demikian pula, upaya itu tidak akan menghasilkan makna.

Pada hari Selasa, 26 Maret 922, al-Hallaj berjalan ke tempat eksekusi karena menerima hukuman mati dari Khalifah al-Muqtadir. Ia disiksa dan dianiaya, namun tidak menunjukkan rasa takut sama sekali. Berikut ini doa terakhirnya ketika ia masih bisa berbicara: "Ya Allah, aku bersyukur atas barakah yang Engkau anugerahkan, sehingga aku mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain. Misteri-misteri ketuhanan yang haram bagi orang lain adalah halal bagiku. Ampunilah dan berilah kasih sayang atas hamba-hambaMu yang bermaksud membunuhku ini. Apabila Engkau mengungkapkan kepada mereka apa yang Engkau ungkapkan kepadaku, mereka tidak akan melakukan hal ini."

Hitam dan Bijaksana

Pemakaian idiom "hitam" (black) di Eropa untuk mendenotasikan sesuatu yang tidak menyenangkan, telah mengaburkan makna khasnya, teknik pemakaian selama Abad Pertengahan. Referensi mungkin dibuat untuk menggunakan ide "gelap" (dark), sihir, untuk sesuatu yang tersembunyi mungkin berasal dari sebuah jembatan untuk membangun kembali pengertian konsep ini dalam kaitannya dengan kebijaksanaan tersembunyi --dan juga karena perluasan makna, berkaitan dengan kepemimpinan. Ka'bah (bangunan berbentuk kubus, yang Suci) di Mekkah dilapisi warna hitam, secara esoterik ditafsirkan sebagai suatu permainan kata FHM yang dilafalkan dalam bahasa Arab, makna lainnya "hitam" atau "bijaksana", "pemahaman". Sementara kata Sayyid (pangeran) dikaitkan dengan akar kata lain untuk arti kata hitam, yaitu SWD. Demikian pula panji bendera Nabi Muhammad saw yang orisinal berwarna hitam, secara kolektif berarti kebijaksanaan, kekuasaan.

Hubungan berbagai pengertian ini tentu saja tidak diperhatikan dalam terjemahan ungkapan Sufi: "Di dalam Kegelapan, ada Tarekat" (Dar tariki, thariqat). Dampak pandangan hitam-putih (cahaya-pemahaman-berasal dari kegelapan) yang menurut riwayat diwarisi para Sufi dari kejayaan masa kuno, menyimbolkan dualitas ini. Dengan berbagai cara, ritual pertemuan Sufi melestarikan perubahan cahaya dan kegelapan, hitam dan putih. Satu metode semacam ini adalah menghamparkan pakaian hitam-putih di lantai ruang pertemuan. Cara lain adalah memadamkan dan menghidupkan lampu.

Jami

Mullah Nuruddin Abdurrahman Jami (secara harfiah Guru Cahaya Iman, Hamba Kasih Sayang, dari Jam) lahir di Khurasan pada tahun 1414 dan wafat di Herat pada tahun 1492. Menurut kepercayaannya sendiri, Jami disucikan oleh kedatangan sekilas Guru besar Muhammad Parsa, yang melalui tempat kelahirannya ketika penyair ini masih bocah. Ia adalah seorang guru dari Tarekat Naqsyabandiyah. Ajaran Sufinya kadangkala ditampakkan dan kadangkala disembunyikan dalam karya puitis atau lainnya yang luar biasa. Di antara karya-karyanya, ada roman Salman dan Absal, kisah epik Yusuf dan Zulaikha, kisah-kisah alegoris yang diantaranya termasuk karya tulis terbesar dalam kesusastraan Persia. Karyanya Abode of Spring mengandung materi pembaiatan yang sangat penting. Jami adalah seorang pengembara yang agung, teolog, ahli tata bahasa dan ahli sajak maupun sebagai teorisi musik. Kemampuan intelektualnya muncul setelah belajar di bawah bimbingan Guru Ali dari Samarkand dan segera diakui oleh ilmuwan besar Romawi sebagai mengungguli dirinya. Dalam sebuah pertemuan akbar, ilmuwan Romawi itu berkata, "Sejak pembangunan kota yang sama sekali tidak sejalan dengan pikiran ini dan penggunaannya, Jami muda pernah melewati Oxus menuju Samarkand." Jami memilih nama tempat kelahirannya sebagai nama samaran karena mengungkapkan rahasia angka 54 yang bisa ditulis kembali dengan ND. Kombinasi huruf ini dalam bahasa Arab mengandung sejumlah pemikiran --berhala, oponen, lari, ramuan parfum-- dalam semua konsep puitis Sufi yang berkaitan dengan "keadaan" atau "gerakan" Sufi.
Kematian dan Kelahiran Kembali

Tema bahwa manusia harus "mati sebelum ia mati" (Muhammad) atau bahwa ia harus "lahir kembali" dalam kehidupan nyatanya, terdapat dalam banyak bentuk kewaspadaan awal. Bagaimanapun, dalam banyak kasus, pesan ini dipahami secara simbolis atau dipahami sebagai sebuah ritual semata. Para Sufi percaya bahwa mereka bisa memahami maksud orisinal dari ajaran ini. Untuk itu mereka menandai tiga tahap utama dari inisiasi dalam proses "kematian" itu. Dalam hal ini, sang calon murid harus melalui beberapa pengalaman khas (secara teknik diistilahkan "kematian"). Upacara inisiasi itu hanyalah memperingati kejadian ini dan tidak secara sederhana mendramatisasikannya sebagai sebuah simbol. Tiga "kematian" itu adalah: 1. Mati Putih2. Mati Hijau3. Mati Hitam.

Pencapaian pengalaman spiritual yang mengacu pada berbagai "kematian" itu adalah serangkaian latihan psikologis atau latihan lainnya yang mencakup tiga faktor berikut ini:
Menahan nafsu dan mengendalikan fungsi fisik.
"Kemelaratan", mencakup ketidaktergantungan pada hal-hal material.
Pembebasan emosi melalui beberapa latihan seperti mengatasi berbagai rintangan yang bisa dihindari dan "memainkan sebuah peran" untuk mengamati berbagai reaksi lainnya.

Pendidikan murid di bawah seorang guru mengikuti sebuah contoh khas dimana Salik diberikan berbagai kesempatan untuk melatih kesadarannya dalam tiga tahapan itu. Lantaran Sufisme menggunakan penataan "dunia" secara normal sebagai sebuah latihan dasar, maka tiga tahap "kematian" itu selalu melibatkan upaya-upaya khas dalam komunitas manusia, dengan mencapai pengalaman spiritual yang ditandai tiga kematian dengan "kelahiran kembali" atau transformasi yang dihasilkannya.

Kesadaran

Komunikasi antara pikiran yang dibangun oleh Sufisme mempunyai beberapa aspek. Dalam latihan tasarruf yang "mencerahkan" individualitas, ada sebuah interaksi pikiran. Hal ini digunakan oleh para Sufi untuk pengobatan. Melalui teknik inilah sebagian besar cara pengobatan mereka yang tak dapat dijelaskan ternyata efektif, disamping beberapa penerapan teknik sederhana (lihat J. Hallaji, "Hypnotherapeutic Techniques in a Central Asian Community", International Journal of Clinical and Experimental Hypnosis, Oktober 1962). Sementara teori Jung tentang kesadaran kolektif telah dijelaskan oleh Ibnu Rusyd dari Spanyol (1126-1198). Ia juga sering mengacu pada Rumi dan makna serta kekuatannya adalah pokok perhatian para Sufi. Rumi mencatat bahwa fenomena ini merupakan salah satu kesadaran yang lebih tinggi: "Sifat kebinatangan adalah bagian dari ruh; ruh manusia mempunyai satu jiwa". Ini secara umum mengacu pada apa yang disebut sebagai "jiwa yang agung".

Kultus Malaikat Merak

Kalangan Yezidi Iraq yang dikenal sebagai penyembah setan, adalah suatu kultus rahasia dengan simbolismenya yang membingungkan para murid selama berabad-abad, yaitu simbol merak dan ular hitam. Namun tidak ada keinginan untuk mengetahui masalah ini, yang ada hanya pengetahuan bahwa kelompok itu didirikan oleh seorang Sufi terkenal dan bahwa kita mengetahui bagaimana analogi puitis Sufi bekerja. Seperti kelompok Sufi al-Banna, para pengembara atau Para Penambang, kalangan Yezidi pada mulanya adalah sebuah komunitas Sufi. Ritual-ritual mereka berkisar pada penggunaan simbolisme Sufi yang baku dan lazim.

Malak thawuus yang berarti Malaikat Merak, sebenarnya berarti: MaLaK, homonim MaLiK ("Raja", istilah tradisional untuk seorang Sufi); dan ThAWUUS (Merak), yang juga mempunyai kesamaan lafal dengan THAWUUS (Tanah Hijau). Bila tercatat bahwa MaLaK (Malaikat) digunakan dalam pengertian al-Ghazali bahwa "malaikat adalah fakultas-fakultas yang lebih tinggi dalam diri manusia", mungkin bisa dipahami bahwa berhala kalangan Yezidi yang terkenal itu hanyalah suatu kiasan dari dua semboyan Sufi-perluasan "tanah", pikiran, melalui fakultas-fakultas yang lebih tinggi itu. Dua kata ini digunakan secara lahiriah dalam kultus Yezidi. Kalangan Yezidi terbagi dalam berbagai kelompok yang menggunakan gelar-gelar Sufi seperti pir (yang lebih tua), Fakir, Baba (pemimpin).

Lady Drower, yang mempelajari kelompok Merak dari Iraq dalam lingkungan tertutup itu, berpendapat tentang pendiri kelompok ini, yaitu Syekh Adi bin Musafir (Putra sang Pengembara, sebuah gelar Sufi): "Tidak ada yang bisa diketahui tentangnya, ia hanya berbicara tentang ortodoksi. Namun ia adalah seorang Sufi, sementara ajaran-ajaran rahasia Sufisme selalu dianggap sebagai pantheisme dan sekte-sekte Sufi dari agama kuno." (Peacock Angel, London, 1941, hlm. 152).

Dalam menambahkan lambang merak itu, kalangan Yezidi menggunakan gambar ular yang diwarnai hitam pekat. Warna hitam ini menyimbolkan kata FAHM (arang, karbon). Jauh dari fungsi sebagai simbol kejahatan atau tradisi regenerasi kulit kuno sebagaimana diyakini, ular sendiri dipilih dengan dasar-dasar yang sama seperti pemakaian lambang merak. Dalam bahasa Arab, ular adalah HaYYaT Kata ini dekat dengan sebuah lafal dari kata lain, yaitu HaYYAt yang artinya kehidupan, dan menggunakan huruf Arab yang sama. Jadi arti ular hitam adalah "Kebijaksanaan Hidup".

Seperti dalam organisasi Sufi lainnya, sistem Yezidi berkembang luas di luar konteks budayanya dan menjadi suatu tiruan di berbagai daerah. Sebuah cabang kultus yang sebenarnya muncul untuk menentang lambang "malaikat merak", dilaporkan ada di London pada tahun 1962. (A. Daraul, Secret Societies, London, 1962).

Itulah kemerosotan simbolologi yang direfleksikan dalam berbagai perhimpunan asing di Barat. Perkembangan maksud yang sebenarnya itu selanjutnya menjadi wahana yang digunakan untuk menghasilkan emosi komunal yang menggantikan pengalaman batiniah.

Lathaif

Pengaktifan Organ-organ Persepsi khas (lathaif) adalah sebagian dari metodologi Sufi yang analog dan seringkali dirancukan dengan sistem chakra dalamYoga. Padahal ada beberapa perbedaan penting. Dalam Yoga, chakra dan padma dipahami sebagai pusat-pusat fisik di dalam tubuh yang berhubungan dengan urat saraf atau jaringan saraf yang tak tampak. Para Yogi pada umumnya tidak mengetahui bahwa pusat-pusat ini hanyalah titik-titik perhatian, formulasi-formulasi yang sesuai untuk pengaktifan itu sebagai bagian dari hipotesis kerja teoritis. Baik Sufisme maupun Kristianitas mempergunakan suatu teori serupa dari segi ajaran esoteris dan mengombinasikannya dengan latihan tertentu. Pergantian berbagai warna yang dipandang oleh ahli alkimia dalam kepustakaan Barat, dapat dipandang sebagai pengacuan pada konsentrasi atas lokalisasi jasmaniah tertentu bila kita membandingkannya dengan kepustakaan Sufi tentang berbagai latihan itu. Hal ini secara mengejutkan mudah dibuktikan, meskipun tampaknya tak seorang pun di Barat telah mencatat hubungan ini. Jadi dalam Sufisme, lathaif terletak pada: Hati (qalb), warnanya kuning dan tempatnya di sisi kiri tubuh. Jiwa (ruh), warnanya merah dan tempatnya di sisi kanan tubuh. Kesadaran (sirr), warnanya putih dan tempatnya di jaringan urat-urat. Intuisi (khafi), warnanya hitam dan tempatnya di dahi. Persepsi kesadaran yang mendalam (ikhfa), warnanya hijau dan tempatnya di pusat dada. Dalam alkimia Barat, "pergantian warna yang manifes" adalah sangat penting. Di kalangan ahli alkimia Kristen, pergantian hitam-putih-kuning-merah sangat dikenal. Suatu waktu akan dicatat bahwa pergantian yang ditransposisikan ke dalam kesamaan fisik ini membentuk tanda Salib. Oleh karena itu, latihan-latihan dalam bidang alkimia membantu dalam mengaktifkan warna (lokasi-lokasi = lathaif) dalam pembentukan salib itu sendiri. Ini adalah sebuah adaptasi dari metode Sufi, yaitu sesuai dengan pengaktifan: kuning-merah-putih-hitam-hijau. Sekali lagi, dalam alkimia, pergantian itu kadangkala diberikan sebagai warna hitam (abu-abu yang lebih gelap = perkembangan parsial dari fakultas hitam, dahi) -- putih (jaringan urat, poin kedua dari tanda Salib) -- hijau (sebuah alternatif Sufi untuk sisi kanan dada) -- sitrin (sisi kiri dada, "hati") -- merah (sisi kanan dada). Kadangkala pada tahap kedua, sang "merak" (ragam warna) tampil dalam kesadaran. Tanda yang dianggap penting oleh ahli alkimia ini dikenal oleh para Sufi sebagai suatu kondisi khas, tak ternilai dan terdapat di dalam pikiran ketika kesadaran dipenuhi oleh pergantian warna atau photisme. Itulah suatu tingkatan sebelum stabilisasi kesadaran dan dengan langkah tertentu bisa dibandingkan dengan warna ilusi yang dihasilkan halusinogen. Para Sufi mengenakan pakaian (seringkali surban) dengan warna itu dan berkaitan dengan perkembangan mereka dalam sistem khas ini. Sementara para mahasiswa di bidang kimia dibiarkan meraba-raba sebuah misteri yang sebenarnya tidak rumit jika makna riilnya dipahami.

Masalah Irasionalitas

Individu yang dibesarkan dalam latar belakang budaya Barat seringkali tidak mempunyai kemampuan ketika dihadapkan pada masalah pengetahuan, karena terpaku pada persoalan "menguasai dan dikuasai", dimana ia memberikan tekanan yang kuat dan tanpa membeda-bedakan. Ia seringkali menyadari "masalah" ini hanya dalam bentuk kasar ("menguasai atau dikuasai"), dan akar keahlian sastra serta filsafatnya memberikan sedikit kemampuan untuk memahami bahwa masalah itu berkisar pada asumsi bahwa tidak ada kemampuan yang lebih kecil dibandingkan "perjuangan atau diperjuangkan untuk". Sementara beberapa pengamat Barat telah mencatat krisis esensial ini. Dengan judul utama "Masalah Irasionalitas", para editor sebuah simposium3 mengacu pada kaitan karakteristik berikut ini:

"... ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai hasrat orang itu. Sebaliknya, kekhawatiran dikontrol orang lain dengan konsekuensi kehilangan otonomi, diyakini sebagai hal fundamental bagi konsepsi diri. Berbagai perbedaan ini secara berlebihan dibesar-besarkan dalam pikiran gila, salah satu gejala mental yang sangat parah dari manusia Barat."

Mawar; Rosicrucian; Tasbih

Orang-orang Kristen mengadopsi istilah rosary (tasbih) dari orang-orang Saracen. Untuk itu mereka menerjemahkan kata al-wardia (secara harfiah berarti tukang cerita) dengan kata lain, hampir sama dengan suara aslinya, sebuah kata yang mengacu pada roser atau rosary (tasbih). Istilah lengkapnya dalam bahasa Arab untuk rosary adalah al-misbat al-wirdiat (Pendoa Pencerita atau Gambar Dekat). Istilah ini (WRD) adalah istilah teknis khusus untuk latihan-latihan khas dari para Sufi atau darwis. Penerjemahan Katholik kedalam bahasa Latin untuk istilah ini tidak begitu banyak terjadi kesalahan terjemahan sebagaimana suatu cara adopsi puisi Sufi (atau hampir bersifat lambang) dengan menggunakan kata serupa untuk menciptakan sebuah citra. Oleh karena itu, kata wird digunakan oleh para Sufi secara puitis sebagai WaRD (mawar). Perkembangan serupa terjadi pada istilah Rosicrucian. Ini adalah terjemahan langsung dari akar kata WRD ditambah kata cross (salib) dalam bahasa Arab, SLB. Menurut bentuk aslinya, ungkapan itu berarti WRD (latihan) plus SLB --"mengeluarkan saripati". Oleh karena itu, hanya secara insidentallah SLB (yang juga berarti "salib") mengacu pada ungkapan Rosicrucian. Namun dengan memanfaatkan koinsidensi atau perbandingan puitis ini, para Sufi menyatakan, "Kami mempunyai inti Salib, sementara orang-orang Kristen hanya mempunyai kayu salibnya," dan berbagai ungkapan serupa. Penerjemahan ini menghilangkan maknanya. Sebuah tarekat darwis (Abdul Qadir al-Jilani) dibentuk seputar gagasan Rose (Mawar) dalam pengertian awal ini dan pendirinya dijuluki Mawar dari Baghdad. Pengabaian latar belakang ini adalah tanggung jawab dari berbagai spekulasi sia-sia tentang entitas Rosicrucian yang hanya mengulang klaim mereka atas kekuasaan ajaran kuno yang mengandung perkembangan paralel, yaitu alkimia. Ajaran kuno ini juga disampaikan oleh Friar Bacon, dan ia sendiri diklaim sebagai seorang Rosicrucian, ahli alkimia dan iluminis. Asal-usul semua masyarakat Sufisme ini adalah jawaban untuk pertanyaan termasuk aliran yang mana Bacon didalamnya, dan apa sebenarnya ajaran rahasianya. Banyak simbolisme Rosicrucian lainnya adalah simbol Sufi. Martin Luther menggunakan lambang the Rose (mawar), Cross (salib) dan Ring (cincin [halaqah Sufi]). Ini harus disediakan untuknya sebagai seorang Sufi awal.

Miramolin

Penggantian gelar Arab pada Abad Pertengahan, Amirul Mukminin (Pemimpin kaum Mukmin, Khalifah) di Spanyol dan Afrika adalah Miramolin, suatu upaya mereproduksi suara dari kata asalnya. Secara vulgar, dari sudut pandang bahasa Spanyol, kata ini kedengarannya seolah-olah sebagai kata majemuk yang tersusun dari kata "memandang" (mirar) dan "sebuah penggilingan" (molino). Dengan mentransposisikan pengertian "penggilingan" ini ke dalam bahasa Arab sebagaimana dijelaskan oleh orang-orang Moor keturunan Spanyol Arab yang diasingkan pada tahun 1490, kita menemukan kata rahi. Apa makna lain dari kata rahi dalam bahasa Arab? RAHI: Penggilingan; komandan sebuah pertempuran; kepala suku; pasukan unta.MIRAt bermakna "perbekalan, gandum".

Penggilingan tempat Quixote diserang, melalui analogi linguistik dan koinsidensi, sebuah giling, namun juga bermakna "komandan sebuah pertempuran; kepala suku", dan sebagainya.

Namun kita tidak mungkin mentransposisikan berbagai kata majemuk itu ke dalam bahasa Inggris, karena humor bergantung pada perpaduan suara. Lantaran bahasa Arab tidak dikenal secara luas di Spanyol, pertukaran kata-kata Spanyol-Arab ini tidak berlaku lagi dan hanya diingat dalam sekelompok kecil orang-orang Maroko.

Miramolin Afrika, yang merepresentasikan unsur fanatik dalam Islam, tidaklah populer (paling tidak demikian) di kalangan Spanyol Arab dan Sufi.

Naqsyabandiyah

Naqsyabandiyah adalah salah satu Tarekat Sufi. Nama Naqsyabandi secara literal berarti Pemahat, berdasar pada analogi dari berbagai perkumpulan dan kelompok para Sufi klasik awal, seperti Para Pembangun (al-Banna). Tarekat ini mempunyai suatu cabang rahasia dan terbuka. Para penyair Persia menggunakan kata naqsy (diagram, gambar, peta, dan sebagainya) untuk mendenotasikan sebuah hubungan antara para Sufi ini dengan seluruh "rancangan" perkembangan manusia dimana Sufisme diyakini bisa membantunya. Rumi menggunakan kata NAQSY jauh sebelum pendiri tarekat terkenal ini (Bahauddin Naqsyabandi) mengajar di Bukhara. Ia menyatakan, 'Aku seorang pemahat (NaQQASY), setiap saat aku mencipta patung." (Diwan). Bahkan secara lebih awal Khayyam menggunakan citra yang sama: "Dunia ini seperti cincin, tentu saja kita adalah citra (NAQSY) dari untaiannya." Tarekat Nagsyabandiyah mempunyai rantai asal-usul spiritual kepada Nabi Muhammad saw melalui sebagian besar guru klasik. Tarekat ini menyadari dipengaruhi oleh seorang Sufi, hanya sebagian diungkapkan dalam bentuk lahiriah sebagai sebuah madzhab darwis, yang membantu melestarikan identitas budaya masyarakat. Ia sangat berpengaruh di Turki hingga revolusi republik, dan sebelumnya Turki dikuasai dinasti Ottoman maupun Mogul dari masa ke masa. Ciri temporer dari madzhab Sufi ini, yang menimbulkan pembentukan kembali dan perbedaan penampilan dalam berbagai bidang, diacu oleh Rumi ketika ia mengatakan, "Aku bukan air atau api, bukan pula angin topan. Aku bukan citra dari tanah liat (MUNaQQISY): Aku menertawakan mereka semua." (Diwan).

NSYR NaSyaR = menyebarkan, memperluas, memperlihatkan.NaSyaR = menggergaji kayu, menyebarkan, menghamburkan.NaSyaR = menjadi subur setelah hujan, merindang (daun-daunan).NaSyaR = menghidupkan kembali, membangkitkan (setelah kematian).NaSyiR = menghabiskan malam di padang rumput.NaSyr = hidup, senyum manis, kesuburan setelah hujan.YaUM An-NuSyuR = Hari Kebangkitan.NuSyaRa = serbuk gergaji.MiNSyaR = gergaji.

Judul syair Ibnu Arabi diturunkan dari akar kata yang sama seperti kata benda "gergaji" dan dipilih sesuai dengan pemakaian Sufi. Sebagaimana kita melihat daftar turunan kata dari akar kata NaSyR di atas, risalah Sufinya mengombinasikan penyebaran Sufisme, menghidupkan pengetahuan, kesegaran setelah hujan (barakah) bagi pengobatan. "Menggergaji kayu" juga diambil untuk mengacu pada upaya yang dilakukan dalam kehidupan Sufi, maupun produksi sesuatu yang baru (serbuk kayu) dari bahan material (kayu); suatu variasi dari transmutasi atau "formasi" analogi yang digunakan oleh para Sufi. Dalam alkimia, ada transmutasi kimiawi; dalam akar kata QLB, ada pengertian "pembentukan, penyusunan"; sementara dalam akar kata NaSyR, ada pengertian produksi, serbuk gergaji. Kiasan ini tentu saja menunjukkan perubahan manusia dan ketika para Sufi melestarikan konsep lentur ini, dalam masyarakat lainnya, suatu aspek tunggal (seperti alkimia dan transmutasi) telah dibakukan serta mematuhi sepenuhnya konsep sempit dari alkimikalisasi.

Para Guru Klasik

Ada tiga "generasi" dan "gelombang" keguruan selama periode klasik. Setiap Sufi percaya bahwa mereka penerima barakah yang diakumulasikan oleh para guru ini, jadi para leluhur spiritual mereka.

Generasi pertama: Abu Bakar, Umar, Ali, Bilal, Ibnu Riyah, Abu Abdullah, Salman al-Farisi --Tujuh Guru Agung.

Generasi kedua: Uwais al-Qarni, Hiran bin Haya, Hasan al-Bashri; Empat Pembimbing ("Para Mahkota").

Generasi ketiga: Habib Ajami, Malik bin Dinar, Imam Abu Hanifah, Dawud ath-Tha'i. Dzun-Nun al-Mishri, Ibrahim bin Adham, Abu Yazid, Sari as-Saqati, Abu Hafa, Ma'ruf al-Karkhi, Junaid --Sebelas Syekh Penerus.

Para guru inilah yang mengkonsentrasikan berbagai ajaran dan mengembangkannya dengan suatu cara untuk memungkinkan pembangunan berbagai sekolah yang kemudian lahir sebagai Tarekat-tarekat darwis.

Para Hanif

Hilangnya silsilah Sufi dalam berbagai madzhab metafisika, dengan kekeliruan yang diakibatkan madzhab-madzhab ini dalam menyampaikan suatu pelaksanaan tugas bagi para pengikut, dianggap oleh para Sufi sebagai satu sebab pencarian, untuk mencari seorang guru, yang telah menarik perhatian begitu banyak orang pada masa-masa kuno. Beberapa sahabat Nabi Muhammad saw sendiri menyatakan bahwa pencarian ini juga dilakukan mereka sendiri. Salah seorang di antara mereka adalah Salman al-Farisi. Ia menyatakan bagaimana dirinya sudah jenuh dengan berbagai ritual pengikut Zoroaster dan berangkat menuju selatan untuk mencari kepercayaan dan praktik para Hanif. Pertama kali dirinya tertarik kepada seorang guru Kristen, kemudian kepada guru lainnya. Ketika sang guru akhirnya meninggal, ia menasihati Salman untuk pergi ke selatan mencari seorang tokoh dari tradisi rahasia Hanif. Setelah menjadi tawanan dan dijual untuk dijadikan hamba sahaya, ia menemukan lingkungan sederhana dari para murid Muhammad di Madinah. Apa praktik para Hanif itu yang disamakan dengan Sufisme oleh para Sufi?

Pilihan kata ini, sebagaimana seringkali dilakukan hanya untuk menyampaikan variasi makna dari. satu akar kata, diyakini oleh para Sufi untuk menjelaskan dirinya sendiri. Tiga huruf akar kata ini, yaitu HNF, pada dasarnya dikaitkan dengan konsep "berpaling pada satu sisi" --suatu acuan pada gerakan-gerakan ritmis para Sufi. Sebuah kata turunan dari HNF adalah TaHaNNaF, yang artinya "berbuat seperti kalangan Hanafiyah" dan tahannaff berarti "melakukan sesuatu dengan tepat". Dalam hal ini, kita mempunyai sebuah gambaran tentang berbagai latihan yang dijalankan sesuai dengan sebuah kerangka, namun juga secara potensial "pada satu sisi" --dimana para Sufi mengajarkan maknanya dalam bentuk yang eksentrik sebagaimana dalam pola gerakan ritmik. Demikian pula, dari akar kata yang sama, kata hanif adalah sebuah kata benda. Ia juga berarti "lurus menuju ke depan (ketulusan)". Variasi makna ini tampaknya mengherankan jika tidak disadari bahwa gagasan-gagasan itu seperti "melakukan sesuatu dengan akurat" dan "berpaling pada satu sisi" bisa disamakan dengan sebuah sistem tertentu, yaitu sistem para Sufi. Tentu saja ini bukan berarti bahwa bentuk akar kata itu ditemukan oleh para Sufi atau bahkan makna kata "lurus menuju ke depan" itu tidak digunakan dalam bahasa sehari-hari. Yang penting untuk dicatat adalah bahwa bagi para Sufi, kata-kata tertentu dipilih untuk menjelaskan sejumlah gagasan rumit yang sesuai dengan sejumlah gagasan dan praktik Sufi serta dalam ujian tertutup, bertujuan membuat kata gambaran.

Demikianlah, anggap saja kita menggunakan sebuah kata dalam bahasa Inggris, satu kata dengan sejumlah arti, dan menggunakannya karena di dalamnya terdapat beberapa makna yang secara terpadu mengandung pesan atau perbedaan dari beberapa esensi. Prosedur ini agak lebih elaboratif dibandingkan rima puisi yang sederhana atau rumit. Hal ini memperluas berbagai dimensi makna sebagaimana aslinya, melalui akar kata dan kata turunannya.

Para Ksatria

Satu fakta penting yang sangat ditekankan adalah bahwa para ksatria ini memikirkan pembangunan Kuil di Jerusalem itu dari sudut pandang Sufi, bukan menurut pola pikir Sulaiman. "Kuil" gereja-gereja yang dibangun mereka, sebagaimana salah satunya bisa kita temukan di London, dirancang berdasarkan Kuil kalangan Crusader, bukan berdasar pada bangunan sebelumnya. Kuil ini tidak lain adalah Kubah Batu persegi delapan, dibangun pada abad ketujuh berdasar pada sebuah desain matematis Sufi dan diperbaiki pada tahun 913 M. Legenda Sufi tentang Kuil ini sesuai dengan versi Masonik sebagaimana diduga banyak orang. Sebagai contoh kita bisa mencatat "Sulaiman", Sufi Pembangun legenda itu bukanlah Raja Sulaiman, tapi Raja Sufi Ma'ruf al-Karkhi (w. 815), murid Dawud ath-Tha'i (w. 781). Oleh karena itu, ia dianggap secara luas sebagai putra Dawud dan dihubungkan dengan Nabi Sulaiman, putra Nabi Dawud. Pembunuhan besar yang diperingati para Sufi Pembangun itu bukanlah pembunuhan menurut tradisi Masonik. Martir para Sufi Pembangun itu adalah Manshur al-Hallaj (858-922) yang dihukum mati karena membicarakan rahasia Sufi dengan cara yang tidak bisa dipahami dan kemudian dituduh sebagai ahli bid'ah. Pilar-pilar kuil itu tidaklah berbentuk fisik, namun mengikuti kebiasaan bangsa Arab dalam memanggil individu yang lebih tua dengan rukn (pilar). Salah satu pilar Sufi adalah Abulfaiz, kadangkala dipanggil Abuazz. Ia adalah kakek utama (ketiga dari rantai transmisi) "Dawud" (Ma'ruf al-Karkhi). Ia tidak lain adalah Thuban Abulfaiz Dzun-Nun al Mishri, pendiri Tarekat Malamati, sejalan dengan penjelasan Freemansory. Ia meninggal pada tahun 860 M. dan dikenal sebagai sang Raja serta pemegang rahasia-rahasia Mesir.

Para Sufi yang Tersembunyi

Ada beberapa sosok orang suci yang tak tampak ("wali") sesuai dengan kebutuhan manusia pada suatu representasi kegiatan fisik atau psikologis dalam setiap masyarakat. Demikianlah menurut ajaran Sufi Hujwiri (Kasyful Mahjub, versi Nicholson, hlm. 213)

E. H. Whinfield (Matsnawi, London, 1887, hlm. xxvii dan seterusnya) menghubungkan konsep ini secara lebih dekat dengan gagasan umum tentang siapa dan seperti apa sosok mereka:

"Sebuah ajaran yang sangat penting adalah keberadaan orang suci yang tak dikenal. Di bumi ini, selalu ada empat ribu orang suci yang, demikian dikatakan, tak dikenal. Merekalah yang dilahirkan dengan anugerah alam yang memberkati mereka tanpa upaya seperti kebanyakan pekerja berusaha mencapai suatu keadaan dengan sia-sia --kesetiaan, gagah, tidak egois, diberkati dengan suatu intuisi alamiah tentang kebaikan dan suatu kecenderungan alamiah untuk mengikutinya, lemah-lembut dan menyenangkan, sehingga mereka menikmati anugerah dari masyarakat mereka, dan ketika mereka wafat, nama mereka mungkin tercatat dalam hati seorang atau lebih yang mencintainya. Kebaikan spontan ini tidak diberikan dengan berbagai kaidah dan bentuk. Kecenderungan batiniah dan bukan peraturan lahiriah adalah sumber dari kebaikan mereka. 'Perlawanan demikian tidak mengenal aturan'. Mereka mempunyai sebuah standar pemikiran dan karakter mereka sendiri, kebebasan murni dari pujian atau celaan dari 'orang-orang lahiriah'."

Ajaran Sufi menempatkan orang-orang ini dalam pola evolusi kemanusiaan menyeluruh.
Penyebaran Kebudayaan Arab di Eropa

Tradisi pengetahuan Barat seperti tradisi Saracen adalah sama seperti tradisi lainnya; jika Saracen, yaitu Spanyol, Sicilia dan beberapa tempat lainnya, kita maksudkan sebagai pusat dari berbagai dorongan yang merupakan bagian dari apa yang dianggap sebagai perkembangan budaya Yunani dan Latin.

"Masa kejayaan kepustakaan itu dipegang oleh Prancis bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan pesat sekolah Arab di Montpellier, yang berada di bawah pengaruh orang Yahudi Spanyol keturunan Arab. Lantaran secara geografis berhubungan dengan Andalusia di satu sisi, dan Sicilia serta semenanjung Italia di sisi lain, Montpellier didatangi banyak pelajar dari Barat Latin, yang setelah mempelajari sumber-sumber pengetahuan Arab pada masa itu, sekali lagi mereka menyebarkan sendiri di Eropa, jadi pabrik budaya yang merembes di Abad Pertengahan karena pengaruh besar Arab. Ajaran alumni Montpellier yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kesusastraan di Eropa daratan dan Inggris, adalah salah satu fakta sejarah yang bermanfaat tentang Abad Pertengahan. Berbagai variasi perkembangan roman, yang dikombinasikan dengan bahasa Arab yang kuat dari Spanyol Selatan, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, mengacu pada berbagai bahasa dan ilmu pengetahuan (termasuk kedokteran) yang secara partikular rentan terhadap berbagai pengaruh Arab." (Dr. D. Campbell, Arabian Medicine, I, London, 1926, hlm. 1967)

Pertemuan

Seperti para mahasiswa perbandingan agama telah mencatat kesamaan dalam bentuk-bentuk lahiriah dan ajaran dari berbagai kepercayaan, dalam mistisisme Sufi secara sinambung menekankan identitas hakiki dari berbagai aliran transmisi pengetahuan batin. Di Timur, Pangeran Mogul Dara Shikoh menulis buku dengan judul Confluence of the Two Seas (Pertemuan Dua Lautan) yang menekankan persinggungan antara Sufisme dan mistisisme Hindu awal. Di Barat, kaum Rosicrucian hampir secara harfiah mengadopsi ajaran Sufi iluminis Spanyol dengan mengklaim rantai pewarisan ajaran batiniah yang sinambung, termasuk "Hermes". Iluminis Barat memasukkan Muhammad dalam rantai transmisi mereka. Pada tahun 1617, Count Michael Maier menulis Symbola Aurea Mensae Duodecim Nationum (Sumbangan Dua Belas Bangsa untuk Meja Emas), dimana ia membuktikan bahwa tradisi Sufi berupa suksesi para guru masih dipertahankan. Di antara para guru alkimia, ada beberapa yang diakui sebagai Sufi, termasuk ahli alkimia Barat yang telah mempelajari tradisi pengetahuan Saracen. Mereka adalah Hermes dari Mesir, Mary kebangsaan Yahudi, Democritus dariYunani, Morienus dari Roma, Ibnu Sina dari Arabia, Albertus Magnus dari Jerman, Arnold of Villaneuve dari Prancis, Thomas Aquinas dari Italia, Raymond Lully dari Spanyol, Roger Bacon dari Inggris, Melchior Cibiensis dari Hungaria dan Anonymus Sarmata (Michael Sendivogius) dari Polandia. Semua alkimia Barat tentu saja dihubungkan dengan Geber (Jabir ibnu al-Hayyan), sang Sufi.

QALB

Kata Arab QLB tidak dinyatakan dalam pengertian bentuk kata QaLB (hati), salah satu bentuk kata yang sangat populer. Dalam pengertian Sufi, QLB dianggap mempunyai arti-arti sebagai berikut, yaitu berdasarkan semua akar kata dari tri-aksara:

QaLaB = membalik sesuatu. Sebuah referensi pada diktum Sufi: "Dunia ini terbalik".

QaLaB = mengeluarkan sumsum pohon palem (kurma). Sebagaimana tercatat di tempat lain, pohon palem adalah istilah Sufi untuk barakah dan segi lima belas magis yang mengandung diagram serta matematika Sufi. Sementara "sumsum" digunakan dalam pengertian hakiki, bagian vital.

QaLaB = menjadi merah. Diterapkan pada tanggal-tanggal, hasil pohon palem. Sebuah kiasan dari proses Sufi, akhirnya diasosiasikan dengan teori alkimia tentang "pergantian merah".

AQLaB = dibakar satu bagian. Digunakan untuk roti dan dalam pengertian khas Sufi, mendenotasikan proses perkembangan transformasi, analog dengan mengubah sesuatu (tepung) menjadi apa yang tampak lain (roti).

TaqaLLaB = gelisah. Digunakan untuk orang yang tidur, gelisah dalam tidurnya. Digunakan sebagai sebuah istilah teknis Sufi untuk menyatakan ketidakpastian yang dirasakan orang biasa yang, menurut tradisi Sufi, ia "tertidur".

QaLB = terbalik; berputar; sisi yang keliru. Kata ini juga diasosiasikan dengan "papan tembok" dan sebuah matriks (QALiB), perangkat formatif

QaLB = hati, pikiran, jiwa; pemikiran mendalam; sumsum, inti; bagian terbaik. Digunakan juga dalam kata majemuk qalb al-muqaddas, secara harfiah berarti "Hati Suci", bermakna bagian manusia yang termasuk esensi ketuhanan.

Hasil penjumlahan huruf Q + L + B adalah 132, sama dengan hasil penjumlahan kata Muhammad (M + H + M + M + D), Logos atau esensi Muhammad. Sementara tiga puluh dua ditambah seratus adalah sepertiga dari jumlah sifat Tuhan, "sembilan puluh sembilan Asma'ul Husna".

Quthub

Istilah ini adalah pusat yang tak tampak dari semua Sufi. Kata ini secara harfiah berarti Kutub Magnetik, Sumbu, Pedoman, Pemimpin. Ditransposisikan ke dalam berbagai gambar, jumlahnya 111 --satu diulang tiga kali, tritunggal, tritunggal afirmasi kebenaran, yaitu sebuah kesatuan. Jika jumlah ini diurai dalam 100, 10, 1 dan disubstitusikan, maka muncul huruf Q, Y dan A. Kata QYAA, dilafalkan dari tiga huruf, berarti "kosong, dibatalkan". Itulah hampa, "rumah" yang dibersihkan agar mendapatkan barakah (kesadaran manusia).
Raymond Lully

Saya berhutang budi kepada Mr. Robert Pring-Mill dari Oxford atas sebuah kutipan teks dari karya Lully, Blanquerna, dimana ia menyatakan bahwa dirinya telah mengadopsi metodologi devosional dari para "Sufi", yang disebutnya sebagai para agamawan Saracen. (Seminar pada tanggal 26 Juni 1962, mengutip Els Nostres Classics edisi karya Lully, L. de Evast e Blanquerna, Vol. 3, hlm. 10 dan seterusnya).

Ruh dan Substansi

Sejalan dengan Sufisme, apa yang biasanya digunakan sebagai terminologi agama, yaitu ruh, adalah suatu substansi dengan ciri fisik, suatu jasad yang lembut. Substansi ini dianggap sebagai sesuatu yang abadi. Ia ada sebelum pembentukan tubuh manusia (Hujwiri, Kasyful Mahjub). Setelah kematian, jiwa substansial itu tetap hidup dalam salah satu bentuk yang terdiri dari sepuluh bentuk, masing-masing berhubungan dengan pembentukan yang dicapai selama kehidupan. Dalam hal ini, ada sepuluh tahap --pertama adalah "ketulusan", tahap kesepuluh adalah tahap sang Sufi berubah karakternya melalui perkembangan duniawinya. Jadi ruh selalu tampak.

Saki

Pembawa cawan, sebagai istilah yang diacu oleh begitu banyak Sufi, pada umumnya dinilai melalui kritik sastra sebagai suatu sosok imajiner. Namun dalam praktik Sufi, syair-syair yang menggunakan kata Saki (Pemabuk) atau seorang Saki muncul di dalamnya, mungkin mengacu pada individu yang memainkan peran ilustratif dalam berbagai kegiatan, karena sebuah syair tidak mungkin berdiri sendiri di atas berbagai situasi. Ketika bermaksud melaksanakan tugas tertentu, seorang Saki mungkin hadir. Di luar aktivitas Sufi, ada beberapa catatan tentang kehadiran seorang Saki. Sirajuddin Ali mengacu pada bentuk pertemuan Sufi ini, ketika ia mengisahkan sebuah dialog antara seorang Saki dan seorang Guru Sufi (Lai-Khur):

Di Afghan, kota Ghazna, konon ada seorang "gila" yang bernama Lai-Khur dan digunakan untuk menyatakan segala sesuatu yang sangat luar biasa --metode Sufi untuk menarik perhatian kepada sesuatu agar meletakkan suatu tekanan. Suatu hari pada pertengahan abad kedua belas, penyair Sanai berjalan menuju istana Sultan Ibrahim untuk mempersembahkan sebuah syair pujian kepadanya di malam perjalanan lain ke wilayah India.

Sanai kemudian mendengar kidung dari sebuah taman. Ketika itu ia melihat bahwa yang berkidung itu adalah orang gila bernama Saki yang membawakan minuman anggur --dengan tujuan bersulang bersama Sultan Ibrahim yang buta. Namun Saki menolak untuk bersulang. Bukankah Ibrahim adalah seorang raja agung? "Ia buta," jawab orang gila itu, "sehingga meninggalkan kota yang indah ini untuk melakukan pekerjaan tak bermanfaat-terutama ketika ia dibutuhkan."

Sulang berikutnya adalah Sanai, ia sendiri mendengar rahasia itu dan tentang "kebutaannya Saki berkata lagi bahwa hal ini pasti keliru, karena Sanai adalah penyair besar, terpelajar. Orang gila itu berkata, "Sanai tidak memahami mengapa ia diciptakan. Ketika diminta berbuat sesuatu, ia hanya menciptakan syair pujian bagi para Raja. Inilah pekerjaannya selama hidupnya."

Konversi Sanai untuk Sufisme ini tentu saja merupakan sebuah laporan tentang dialog Sufi yang disampaikan secara formal. Lantaran kata Saki tidak pernah dimasukkan dalam syair tertulis, maka kita tidak mencatat dialog semacam itu dan selama ahli sastra biasa yang diperhatikan, maka mereka tidak ada.

Sasaran-sasaran Sufisme

Lantaran terpesona oleh misteri lahiriah dari kehidupan Timur, atau tenggelam dalam berbagai langgam dari kepustakaan yang mengandung kiasan teologis dan historis, kebanyakan murid Sufi dari Barat, terutama para akademisi, tampak terhenti pada tataran pengalaman yang lebih awal dalam ajaran Sufi dibandingkan bisa mendatangkan manfaat kepada mereka. Seorang pengembara mutakhir (1962) di Afrika Utara yang telah meluangkan beberapa waktu dengan para Sufi, membawa kembali suatu pengertian sasaran itu dari Tunisia yang mungkin kedengaran aneh bagi sarjana tradisional:
Murid harus melakukan latihan-latihan memori dan meditasi, mengembangkan konsentrasi dan refleksi. Namun murid yang lain tampaknya tetap melakukan jenis latihan pemikiran dan kerja, maupun berbagai latihan seperti dzikir, semuanya adalah suatu bagian.

Setelah beberapa hari, suasana misterius dan aneh yang saya rasakan, berganti dengan suatu sensasi. Meskipun praktik-praktik ini mungkin tampak begitu aneh bagi pengamat, namun praktisinya tidak memandangnya sebagai kejadian supranatural sebagaimana kita mungkin menggunakan istilah itu. Sebagaimana Syekh Arif pernah berkata, "Kita sedang melakukan sesuatu yang biasa, hasil dari penelitian dan praktik dalam perkembangan masa depan ummat manusia. Kita sedang membentuk manusia baru. Namun kita melakukannya bukan untuk mendapatkan upah." Jadi inilah sikap mereka. (O. M. Burke, "Tunisian Caravan", Blackwood's Magazine, No. 1756, Vol. 291, Februari, 1962, hlm. 135).
Simurgh

Simurgh (tiga puluh burung) adalah lambang rahasia yang bermakna perkembangan jiwa melalui "Cina". Cina terletak di antara Persia dan Arab. Tujuan lambang ini adalah mengungkapkan konsep meditasi dan metodologi Sufi. Aththar yang Agung menerapkan ajaran ini dalam sebuah kisah alegoris:4

"Pada suatu hari, dari kegelapan, Simurgh menampakkan diri di Cina. Salah satu bulunya jatuh ke bumi: sebuah lukisan yang pernah dibuat dan sekarang masih ada di galeri seni Cina. Karena itulah kemudian dikatakan bahwa, 'Carilah ilmu pengetahuan walau sampai ke Cina.' Seandainya Simurgh ini tidak ada di Cina, maka tidak akan ada klaim tentang dunia rahasia. Jadi, indikasi ringkas tentang realitasnya adalah salah suatu bukti keagungannya. Setiap jiwa membawa gambar umum dari bulu itu. Sementara materi deskripsinya tidak pernah dimulai atau berakhir. Kini Para Pengikut Tarekat memilih jalan ini dan mulailah perjalananmu."

Berikut ini satu cara menjelaskan: 'Ada potensialitas dalam jiwa manusia. Dalam satu kesempatan, ia bisa aktif, melalui bentuk konsentrasi mendalam dan upaya tertentu. Tanpa upaya ini, tidak ada potensialitas untuk perkembangan. Setiap orang mempunyai kemampuan itu dalam suatu bentuk embrionik. Ia adalah sesuatu yang berhubungan dengan keabadian. Ke mari dan tempuhlah Jalan itu!"

St. Agustinus

Sebagian besar apolog Kristen telah terbiasa merepresentasikan agamanya dan terutama cabang agama mereka sendiri sebagai titik pusat penentuan waktu, dengan mengacu kembali pada fakta sejarah tertentu --transisi manusiawi Yesus. Sementara versi lain dari sejarah Kristen dicap bid'ah. St. Agustinus yang dianggap mencampuradukkan filsafat non-Kristen (baca non-konvensional), menyatakan, "Apa yang disebut agama Kristen hidup di antara para leluhurnya dan tidak pernah hidup sejak permulaan ras manusia." (Epistolae Lib. I, xiii, hlm. 3). Penyimpangan agama Kristen dari agama lainnya tentu saja hasil dari sebuah pilihan bebas --keputusan untuk memandang sejarah hidup dan kematian Yesus sebagai unik, bukan sebagai bagian dari proses yang sinambung. Harus diingat bahwa versi ajaran Kristen yang pada umumnya tersedia bagi kebanyakan murid --ajaran-ajaran yang tersebar luas, dan mencapai sukses besar-- tentu saja sangat tidak akurat, baik dari segi sejarah maupun segi lainnya.

Tarekat, Thariqat

Musafir Sufi mempunyai sebuah thariqat, kata yang mempunyai arti lebih dari Langkah atau Jalan.

Thariqat = jalan; aturan hidup; lintasan, garis; pemimpin sebuah suku; sarana; Tarekat Darwis. Padanan kata yang paling dekat dengan makna kata ini dalam bahasa Inggris adalah way (cara, jalan) --cara melakukan sesuatu, jalan seseorang mengadakan perjalanan, jalan sebagai individu ("Akulah Jalan," dalam pengertian mistik).

Seperti tiga huruf akar kata bahasa Arab, akar kata TRQ dan kata turunannya terdiri dari berbagai unsur yang sejalan dengan Sufisme dan tradisi esoterik: ThaRQ = suara sebuah instrumen musik.ThaThaRRaQ Li- = membantu, ingin, berjalan mendekat.AThRaQ = merenung dengan mata tertutup.ThaRRaQ Li- = membuka jalan menuju.ThaRaQ = mengunjungi seseorang di malam hari.ThuRQaT = jalan; metode; kebiasaan.ThaRIQAt = keanggunan pohon palem (kurma).

Penggunaan kata ini dijelaskan dalam tradisi darwis sebagai berikut:

"Thariqat adalah Jalan dan juga berarti pemimpin kelompok, dimana transmisi berlangsung. Ia adalah sebuah aturan hidup, sebuah ketentuan lunak dalam kehidupan biasa, kadangkala dilestarikan melalui nada musik, diungkapkan secara visual melalui pohon palem. Thariqat sendiri membuka Jalan, dan berhubungan dengan meditasi, pemikiran rahasia, seperti ketika seseorang duduk berdoa selama ketenangan malam. Keduanya adalah tujuan dan metode." [Nishan-Namah (Kitab Simbol) dari perkumpulan Sufi, oleh Amiruddin Syadzili].

Taurat

Lembaran-lembaran Taurat, bahan asal permainan kartu di wilayah Eropa, diperkenalkan ke Barat pada tahun 1379. Menurut Feliciano Busi, seorang ahli tarikh, "Pada tahun 1379, permainan kartu diperkenalkan ke Viterbo, berasal dari Saracinia dan mereka menyebutnya Naib." Naib dalam bahasa Arab berarti "wakil" dan bahan lembaran-lembaran Taurat yang masih dipergunakan secara luas. Ia adalah "wakil" atau bahan pengganti, sebuah kiasan tentang ajaran seorang guru Sufi menyangkut berbagai pengaruh kosmis terhadap kemanusiaan. Ini dibagi ke dalam empat bagian, disebut turuq (empat Jalan), tentu saja kata asal "Taurat". Kata Spanyol naipe (kartu) tentu saja berasal dari bahasa Arab naib. Taurat yang kini dikenal di Barat dipengaruhi proses Cabalistik dan ajaran Yahudi, disusun untuk pedoman ajaran-ajaran tertentu yang pada mulanya tidak implisit. Upaya superfisial dalam menghubungkan lembaran-lembaran ini dengan lembaran yang digunakan di Persia atau Cina tidak berhasil, karena unsur bahasa sandi yang mengandung makna tertentu dan khas tetap menjadi ciri khas Sufi. Kotak, sebagai artinya saat ini, hanya benar sebagian, karena terjadi berbagai transposisi dari signifikansi beberapa atout, panggung atau lambang gambar kotak. Kesalahan ini disebabkan oleh kekeliruan terjemahan dari kata Arab tertentu, disebabkan konversi literal ke dalam sebuah sistem budaya lain. Faktor kekeliruan lain mungkin penyulihan satu lambang ke lambang lainnya. Hal ini bukanlah suatu pokok kajian yang bisa saya angkat secara lebih eksplisit. Kesederhanaan digambarkan dan diinterpretasikan secara keliru. Demikian pula angka 15. Angka 16 adalah salah satu contoh klasik tentang pemahaman sebuah kata yang keliru. Sementara angka 20 dijelaskan secara keliru. Namun banyak penentuan sifat masih digunakan di antara para Sufi, meskipun asosiasi dengan nasakah-naskah Sufi telah hilang di Barat.

Tingkatan

Ada empat "kondisi" utama manusia. Setiap manusia berada pada salah satunya. Sesuai dengan kondisi-kondisi ini, individu harus merencanakan kemajuan dalam hidupnya. Ia akan melalui jalan yang berbeda, mungkin tampil sebagai sosok yang berbeda, mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan tingkatan yang telah dicapainya. Menurut ajaran Sufi, tidak setiap orang mencapai setiap tingkatan itu. Dalam formulasi Sufi, perbedaan itu bergantung pada eksistensi dari berbagai kondisi tersebut, kesempurnaannya dan hubungan mereka dengan kemanusiaan. Shah Mohammad Gwath, dalam Secrets of the Naqshbandi Path, mengungkapkan berbagai kondisi itu dalam istilah-istilah keagamaan berikut ini:
Kemanusiaan (nasut), kondisi biasa.
Tarekat (Thariqat), sama dengan "malaikat-malaikat" dalam pengertian kosmik.
Kekuatan, sama dengan apa yang disebut sebagai "daya" (jabarut), atau kemampuan sejati.
Kekhusyu'an (lahut), mengacu pada kondisi "ketuhanan" di alam lain.

Individu Sufi berupaya untuk melampaui dari satu tingkatan kondisi itu ke tingkatan lainnya. Guru bertanggung jawab dalam mencapai hal itu melalui berbagai latihan yang diberikannya. Sang Mursyid bertanggung jawab untuk menghubungkan kemajuan individual dengan kebutuhan total kemanusiaan. Banyak teknik dan aktivitas Sufi akhirnya berkaitan dengan penerapan konsep ini.

Titik

Di antara para Sufi, NQTh --"titik", "poin", kadangkala berarti "singkatan"-- mempunyai suatu nilai penting dalam penyampaian ajaran. Dalam satu segi, hal ini berhubungan dengan bidang matematis Sufisme. Kata Arab untuk "ahli geometri" atau "arsitek" adalah muhandis. Kata ini tersusun dari huruf-huruf M, H, N, D, S, yang ekuivalen dengan angka-angka 40, 5, 50, 4, 60. Jumlah dari angka-angka ini adalah 159. Secara konvensional jumlah ini bisa dipecah dalam ratusan, puluhan dan satuan sebagai berikut: 100 = Q50=N9=Th.

Tiga konsonan yang dikombinasikan dengan urutan 2, 1, 3, membentuk akar kata NQTh. Makna akar kata ini adalah "titik", "poin". Oleh karena itu, dalam pemakaian seremonial tertentu, kata "poin" digunakan untuk menyampaikan kata yang tersembunyi, yaitu muhandis, Pembangun Utama. Ada banyak susunan lain dalam pengelompokan angka. Sebagai contoh berikut ini: Dua huruf pertama (Q, N) dalam bahasa Arab artinya adalah "meditasi mendalam", sebuah kata untuk Sufisme. Sementara huruf yang tersisa, yaitu T, dalam bahasa Arab berarti "okultis" yang mengacu pada "pengetahuan batiniah". Karena itu, dalam situasi tertentu, dialog khusus dilakukan. Sebagai contoh adalah ketika seseorang yang masuk pada tataran keanggotaan awal diuji pengetahuan formalnya tentang bagaimana kata sandi berlaku. Dialog mungkin berlangsung sebagai berikut: Penguji: "Apa makna muhandis?"Anggota: "Saya direpresentasikan dengan kata titik (NQTh)."Penguji: "Bagaimana mengejanya?"Anggota: "Seperti sebuah titik."Penguji: "Apa yang terjadi setelah meditasi?"Anggota: "Pengetahuan mendalam (huruf Th)."Penguji: "Bisakah Anda menjelaskannya?"Anggota: "Saya hanya mempunyai dua huruf awal --N dan Q"Penguji: "Saya mempunyai huruf ketiga --Th, berarti untuk kata 'tersembunyi'."

Transliterasi

Tidak ada transliterasi baku bahasa Arab atau Persia dalam bahasa Eropa atau Amerika. Berbagai upaya membuat lafal dalam bahasa Latin mengalami kegagalan. Ketika berbagai adaptasi dilakukan dalam huruf Latin, hasilnya justru orang-orang yang sudah tahu huruf Arab dan bisa menulis huruf Arab mengacu pada huruf Latin yang dimodifikasi. Mereka yang tidak bisa menulis Arab semakin buruk lagi, karena huruf yang sudah dimodifikasi tidak bisa membantu mereka untuk melafalkannya. Demikian pula mereka sama sekali tidak mengetahui diferensiasi huruf jika mereka tidak menulis atau membacanya. Mereka tidak bisa menerapkan kaidah-kaidah fonetik bahasa Arab, karena suara tertentu harus dipelajari melalui pendengaran dan mengharuskan praktik pelafalan. Sejalan dengan tujuan buku ini, berbagai perkiraan lafal dalam bahasa Latin berguna bagi pembaca umum sebagai sistem artifisial. Bangsa Arab, Persia dan Hindustan bisa mengetahui huruf-huruf mana yang digunakan untuk tulisan, karena pengetahuan bahasa mereka dan ortografinya. Sementara para Orientalis dari bangsa lain selama bertahun-tahun sudah menyulih pengetahuan praktis ini dengan berbagai transliterasi yang fungsi utamanya adalah membantu mereka untuk menyebarkan Latinisasi, sebagai ganti ingatan mereka. Hal ini bertentangan dengan praktik bahasa yang mereka kaji. Anak yang melek huruf mana pun di negara Arab tahu bagaimana melafalkan kata abdus-samad. Kompetensi serupa seharusnya diperkirakan terhadap penganut skolastik asing. Dengan demikian, perkiraan-perkiraan itu seharusnya cukup baginya. Sebenarnya tidak ada sarana perantara, meskipun hal itu tetap diperhitungkan.

Tujuh Diri (Nafsu)

Pengembangan diri di Jalan Sufi mensyaratkan Salik untuk melampaui tujuh tahap persiapan, sebelum individualitas siap menunaikan tugasnya secara utuh. Tahap-tahap itu yang kadangkala disebut "manusia", adalah tingkatan dalam transmutasi kesadaran, istilah teknis untuk nafs, jiwa. Pendek kata, tahap-tahap perkembangan itu, masing-masing memungkinkan kekayaan batin lebih lanjut di bawah bimbingan seorang guru praktis, adalah:
Nafs al-ammarah (nafsu merusak, menguasai diri)
Nafs al-lawwamah (nafsu tercela)
Nafs al-mulhimah (jiwa yang rakus)
Nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang)
Nafs ar-radiyah (jiwa yang tulus)
Nafs al-mardiyah (jiwa yang terbebaskan)
Nafs ash-shafiyah wa kamilah (jiwa yang suci dan sempurna).

Nafs disyaratkan melalui proses yang diistilahkan "kematian dan kelahiran kembali". Proses pertama, yaitu Mati Putih menandai tingkat perkembangan awal murid, ketika ia mulai membangun kembali nafs spontan dan emosional, sehingga hal ini selanjutnya akan menyediakan suatu sarana untuk menjalankan kegiatan kesadaran, yaitu nafs kedua. Sifat-sifat jiwa "tenang, terbebaskan", dan sebagainya, mengacu pada dampak terhadap individumaupun kelompok dan masyarakat secara umum, dan berbagai fungsi yang sangat jelas pada setiap tahap.

Fenomena penting dari tujuh tahap dalam latihan-latihan Sufi itu adalah sebagai berikut:
Lepas kendali diri, mempercayai diri sebagai personalitas koheren, mulai belajar bahwa ia mempunyai berbagai kemampuan personal, sebagai individu yang berkembang.
Permulaan kesadaran diri dan "penentuan", dimana pemikiran secara spontan melihat apa itu kesadaran diri.
Permulaan integrasi mental, ketika jiwa mempunyai kemampuan memasuki tahap yang lebih tinggi dibandingkan kebiasaan sebelumnya.
Kedamaian, keseimbangan individualitas.
Kemampuan melakukan tugas, tahap pengalaman baru yang tidak bisa dideskripsikan di luar analogi yang sejalan.
Aktivitas dan tugas baru, termasuk di luar dimensi individualitas.
Pemenuhan tugas rekonstitusi, kemampuan mengajar orang lain, daya bagi pemahaman obyektif

Unsur-unsur Sufisme

Sepuluh Unsur Sufisme mengacu pada kerangka kerja individual, dimana sebagai Salik, ia menggali potensi untuk bangun atau hidup dalam dimensi yang lebih agung dan berada di luar pengalaman biasa. Al-Farisi mencatatnya sebagai berikut:
Pemisahan dari kesatuan.
Persepsi pendengaran.
Persahabatan dan asosiasi.
Preferensi yang benar.
Penyerahan pilihan.
Pencapaian secara cepat "keadaan" tertentu.
Penetrasi pemikiran, pengujian diri.
Perjalanan dan gerakan.
Kepasrahan dalam menerima rezeki.
Pembatasan keinginan atau ketamakan.

Latihan dan pelatihan Sufi berdasar pada Sepuluh Unsur ini. Sesuai dengan kebutuhan murid, guru akan memilihkan program-program studi dan tindakan untuknya dengan memberikan kesempatan kepadanya untuk melaksanakan berbagai fungsi yang terangkum dalam Unsur-unsur itu. Oleh karena itu, faktor-faktor ini adalah dasar persiapan individu menuju perkembangan dimana apabila ia tidak bisa mengalami atau merasakan, ia dibiarkan mencapainya sendirian.

Wawasan

Lantaran Sufisme didasarkan pada realisasi kebenaran, maka wawasan para Sufi tidak bisa berubah, meskipun penampilannya mungkin berubah. Metode pengajarannya beragam sesuai dengan berbagai kondisi budaya. Dalam sistem lainnya, itulah wawasan madzhab filosofis yang mempunyai variasi. Ini adalah "signifikansi sangat penting dalam menelusuri asal-usul Jalan Sufi. Ia menunjukkan bahwa meskipun dalam perkembangan sejarah, wawasan ajaran filosofis lainnya berubah sesuai dengan lingkungan, namun ideal-ideal Sufi tetap mengacu pada bentuk asal dalam menerapkan konsepsi kesadaran tanpa batas." (Sirdar Ikbal Ali Shah, Islamic Sufism, London, 1933, hlm. 10).

Karena terbiasa memandang filsafat sebagai suatu pengganti sementara, dalam mencapai kebenaran, berubah sesuai dengan pemerolehan informasi belaka, dewasa ini ada beberapa orang yang bahkan bisa memahami pernyataan bahwa ada suatu kebenaran terakhir dimana segala sesuatu bisa diukur dan diakses manusia.
Catatan:

1 Hujwiri, Kasyful-Mahjub.

2 Matsnawi, Buku IV (terjemahan Whinfield).

3 A. E. Biderman dan H. Zimmer (editor), The Manipulation of Human Behavior, New York, 1961, hlm. 4.

4 Parliament of the Birds, Bab II.




Sumber :
Mahkota Sufi: Menembus Dunia Ekstra Dimensi oleh Idries ShahJudul asli: The Sufis, Penterjemah M. Hidayatullah dan Roudlon, S.Ag.Penerbit Risalah Gusti, Cetakan Pertama Shafar 1421H, Juni 2000Jln. Ikan Mungging XIII/1, Surabaya 60177Telp.(031) 3539440 Fax.(031) 3529800

Kisah Hikmah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar