Abu Muhammad
As Samarkandy, Ar Rafi’iy dan Ad Darquthniy, masing-masing menunjuk sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib k.w.bahwa Rasul saaw bersabda:
“Barangsiapa lewat melalui kuburan, kemudian ia membaca “Qul Huwallahu Ahad”
sebelas kali dengan niat menghadiahkan pahalanya pada para penghuni kubur, ia
sendiri akan memperoleh sebanyak yang diperoleh semua penghuni kubur”.
Abu Hurairah
ra meriwayatkan bahwasanya Nabi saaw bersabda: “Barangsiapa yang berziarah di
kuburan, kemudian ia membaca ‘Al Fatihah’, ‘Qul Huwallahu Ahad’ dan ‘Alhakumut
takatsur’, lalu ia berdoa Ya Allah, kuhadiahkan pahala pembacaan firmanMu pada
kaum Mu’minin dan Mu’minat penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi
penolong baginya(pemberi syafaat) pada hari kiamat”.
Hadits-hadits
tersebut diatas dijadikan dalil yang kuat oleh para ulama untuk menfatwakan
kebolehan membaca Al Quran bagi orang yang telah wafat. Imam Nawawi dalam
“Syarhul Muhadzdzib” mengatakan: ‘disunnahkan bagi orang yang berziarah ke
kekuburan membaca beberapa ayat Al Qur’an dan berdoa untuk penghuni kubur’.
Pernyataan
ini dibenarkan oleh Imam Syafi’i dan disepakati bulat oleh para sahabatnya.
Setelah menjelaskan pendapat-pendapat dan fatwa para ulama dari empat madzhab
(Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), Imam Nawawi menyimpulkan bahwa membaca Al
Qur’an bagi arwah orang-orang yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf.
Imam Nawawi
mengutip penegasan Syaikh Taqiyyuddin Abul Abbas Ahmad bin Taimiyyah yang
menegaskan: “Barangsiapa berkeyakinan bahwa seseorang hanya dapat memperoleh
pahala dari amal perbuatannya sendiri, ia menyimpang dari ijma’ para ulama dan
dilihat dari berbagai sudut pandang, keyakinan demikian itu tidak dapat
dibenarkan.”
Jika Anda
masih ragu akan sampai/tidaknya pahala tersebut kepada mayit, maka janganlah
Anda tinggalkan amalan ini (mengirim pahala). Sebab siapa tahu memang
benar-benar sampai. Toh yang dipermasalahkan itu sampai/tidaknya pahala
pembacaan; dan tidak ada larangan bagi kita untuk berbuat demikian (mengirim
pahala). Tidak ada hadits ataupun ayat yang melarang kita mengirim pahala bagi
mayit.
Imam Nawawi
telah menceritakan adanya ijma’ bahwa sedekah berlaku atas mayat dan sampai
pahala padanya, baik ia berasal dari anak, maupun dari lainnya.
Seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAAW, “Ayahku meninggal dunia, dan ia
meninggalkan harta serta tidak memberi wasiat. Apakah dapat menghapus dosanya
bila saya sedekahkan?” Ujar Nabi SAAW, “Dapat!” [HR. Ahmad, Muslim dari Abu
Hurairah]
Dan tidak
disyariatkan mengeluarkan sedekah itu di pekuburan, dan makruh hukumnya bila
dikeluarkan beserta jenazah.
Diriwayatkan
daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Seorang wanita telah datang menemui Rasulullah
s.a.w dan berkata: Ibuku telah meninggal dunia dan masih mempunyai puasa ganti
selama sebulan. Baginda bertanya kepada wanita itu dengan sabdanya: Bagaimana
pendapatmu jika ibumu itu masih mempunyai hutang, adakah kamu akan membayarnya?
Wanita itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Hutang kepada Allah
itu lebih berhak untuk dibayar. (HR. Bukhori dan Muslim)
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAAW lalu
bertanya, “Ibuku bernadzar akan melakukan hajji, tapi belum juga dipenuhinya
sampai ia meninggal. Apakah akan saya lakukan hajji itu untuknya?” Ujar Nabi
SAAW, “Ya, lakukanlah! Bagaimana pendapatmu jika ibumu berhutang, adakah kamu
akan membayarnya? Bayarlah, karena Allah lebih berhak untuk menerima
pembayaran.” (HR. Bukhori)
Diriwayatkan
oleh Daruquthni bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya Rasulullah SAAW, saya
mempunyai ibu bapak yang selagi mereka hidup, saya berbakti kepadanya. Maka
bagaimana caranya saya berbakti kepada mereka, setelah mereka meninggal dunia?”
Ujar Nabi SAAW, “Berbakti setelah mereka meninggal, caranya ialah dengan
melakukan shalat untuk mereka disamping shalatmu, dan berpuasa untuk mereka
disamping puasamu!”
Berkata Ibnu
‘Ukeil, “Jika seseorang melakukan amal kebajikan seperti shalat, puasa, dan
membaca Al Qur`an dan dihadiahkannya, artinya pahalanya diperuntukkannya bagi
mayat muslim, maka amal itu didahului oleh niat yang segera disertai dengan
perbuatan.”
Dalam
Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah: Berkata Ahmad bin Hanbal, “Apa pun macam
kebajikan, akan sampai kepada si mayat, berdasarkan keterangan-keterangan yang
diterima mengenai itu, juga disebabkan kaum muslimin biasa berkumpul di setiap
negeri dan membaca Al-Qur`an lalu menghadiahkannya kepada orang-orang yang
telah meninggal di antara mereka, dan tak seorang pun yang menentangnya, hingga
telah merupakan ijma’.”
Berkata Ibnu
Al-Qayyim, “Ibadah itu dua macam, yaitu mengenai harta dan badan. Dengan
sampainya pahala sedekah, syara’ mengisyaratkan sampainya pada sekalian ibadah
yang menyangkut harta, dan dengan sampainya pahala puasa, diisyaratkan
sampainya sekalian ibadah badan (badaniyah). Kemudian dinyatakan pula sampainya
pahala hajji, suatu gabungan dari ibadah maliyah (harta) dan badaniyah. Maka
ketiga macam ibadah itu, teranglah sampainya, baik dengan keterangan nash
maupun dengan jalan perbandingan.”
Fatwa Syekh
Ibnu Taymiyyah yang sengaja disembunyikan oleh Wahaby.
Pada suatu
kali Ibnu Taimiah ditanya, apakah Pahala bacaan Al Qur’an itu sampai kepada
mayyit? Beliau menjawab:
Adapun
bacaan di atas kuburan itu dimakruhkan oleh Abu Hanifah, Malik dan dalam salah
satu riwayat Ahmad, sementara dalam riwayat beliau lainnya tidak
memakruhkannya, ia mengizinkannya kerena telah sampai kepadanya hadis Ibnu Umar
bahwa ia berwasiat agar dibacakan pembukaan dan penutup surah al- Baqarah di
atas kuburannya. Dan telah diriwayatkan dari sebagian sahabat agar dibacakan
surah al Baqarah di atas kuburan mereka.
Adapun
bacaan ketika dikuburkan, maka ia telah diriwayatkan, dan adapun setelahnya
tidak ada riwayat tentangnya. (Majmu’ Fatawa,24/298).
Ia juga
ditanya, apakah bacaan dan sedekah yang dilakukan seseorang untuk dihadiahkan
pahalanya kepada mayyit itu sampai atau tidak? Ia menjawab:
Bacaan dan
sedekah dan amal-amal kebajikan lainnya tidak diperselisihkan di antara ulama
Ahlusunnah wal Jama’ah bahwa akan sampai pahala amal-amal ibadah mâliah (harta)
seperti sedekah dan memerdekakan budak, sebagaimana sampai juga pahala doa dan
istighfar, shalat jenazah dan mendoakannay di atas kuburan. Para ulama itu
berselisih dalam masalah sampainya pahala amal-amal badainiah seperti puasa,
shalat dan bacaaan Al Qur’an. Pendapat yang benar adalah semua pahala amal-amal
itu akan sampai. Telah tetap dalam Shahihain (Bukhari & Muslim) dari Nabi
saw., “Barang siapa mati dan ia ada tanggungan puasa maka keluarganya berpuasa
untuknya.” Dalam hadis lain, “Bahwa Nabi memerintah seorang perempuan yang
ditinggal mati ibunya sementara ia mempunyai tanggungan puasa agar si anak itu
berpuasa untuk ibunya.”… (Majmû’ Fatâwa,24/366)
Dalam
kesempatan lain ia juga ditanya, apakah bacaan keluarga mayyit, tasbihan,
tahmidan dan tahlilan serta takbiran (membaca Al Qur’an, subhanallah,
Alhamdulillah, Lâ Ilâha Illallah, dan Allahu Akbar) jika dihadiahkan pahalanya
untuk si mayyit akan sampai atau tidak? Maka ia menjawab:
“Akan sampai
bacaan keluarga; tasbihan, takbiran mereka, dan seluruh jenis dzikir kepada
Allah jika dihadiahkan kepada mayit akan sampai.”
Ibnu
Taimiyyah juga mengatakan, "Siapa yang beranggapan bahwa seseorang
tidak bisa mengambil manfaat kecuali dari amalnya sendiri, maka dia telah
merobek Ijma'". Beliau juga mencantumkan 11 alasan sebagaimana yang
tercantum dalam kitab Ghayah al-Maqshud fi Tanbih 'ala Auham Ibni
Mahmud halaman 101.
Dalam Kitab
al-Ruh fi al-Kalam 'ala arwah al-Amwat wa al- Ahya' Ibnu Qoyyim al-Jauzi hal.
142 menjelaskan Sebaik-baik amal perbuatan yg dihadiahkan kpd mayit adalah
memerdekakan budak, bersedekah, istighfar, berdo'a dan haji. Sedangkan membaca
Al-Qur'an secara ikhlas dan pahalanya ditujukan kepada mayit, juga akan sampai
kepada mayit tersebut, sebagaimana pahalanya puasa dan haji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar